20100112

PETUNJUK-PETUNJUK YANG DIKEMUKAKAN AL QUR'AN ANDAI KITA MENGHADAPI MASALAH (KONSELING BERBASIS AL QUR'AN)


Dalam beberapa isyarat ayat Al-Qur’an bahwa dalam menghadapi masalah yang dihadapi baik masalah itu berupa cobaan yang menyakitkan atau buruk maupun cobaan yang baik, juga dengan berpikir rasional, yaitu dengan memfungsikan akal secara maksimal. Potensi akal yang dimiliki manusia memang mampu mengatasi masalah yang dihadapi apabila ia digunakan atau difungsikan secara baik, bahkan dengan akal pula manusia mampu berkarya dan mengelola alam semesta ini. Keterangan Al Qur’an tentang potensi akal yang dimiliki manusia dalam Al-Qur’an banyak sekali disebutkan, dengan akal inilah manusia mampu hidup berkembang, mengelola diri dan dunianya.

Menurut Taymiyah, kata ‘aql adalah mashdar (kata benda-kerja, verbal noun) dari kata kerja aqala-ya’qulu, yang berarti “menggunakan akal” atau “berpikir”, dan yang dimaksudkan dengan akal ialah pembawaan naluri atau gharizah yang diciptakan Allah dalam diri manusia, yang dengan naluri itu ia berpikir.

Diantara ayat-ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang akal antara lain sebagai berikut.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. Al-Baqarah: 164).

Melihat keterangan ayat di atas dapat dikatakan bahwa akal adalah daya pikir yang ada pada manusia yang mampu digunakan untuk mengelola isi alam dengan segala pristiwanya. Al-Maraghi dalam tafsirnya juz 2, menerangkan ayat di atas bahwa pada semua gejala itu terdapat petunjuk bagi orang-orang yang berpikir untuk mengetahui watak dan rahasia-rahasianya. Dengan demikian dapat dibedakan antara yang bermanfaat dan membahayakan, disamping dapat diketahui betapa teliti dan halusnya kekuasaan Maha Pencipta. Akhirnya akan sampai pada kesimpulan bahwa yang menciptakan semua ini berhak untuk disembah dan ditaati. Dalam hal ini tentunya termasuk segala cobaan dan ujian yang dihadapinya.

Kesempurnaan alam semesta dengan segala sunnatullah (hukum alam) yang berlaku dan diciptakan Allah untuk kepentingan hidup manusia merupakan lahan yang harus dipikirkan dan diolah oleh manusia dengan kemampuan akalnya untuk kemakmuran manusia sendiri. Firman Allah Swt.

اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkan (Q.S. Al Hadid: 17).

كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya (Q.S.Al-Baqarah: 242).

Potensi akal sangat besar artinya bagi kehidupan manusia, sebab dengan akal maka manusia mampu memahami ayat-ayat Allah Swt., baik ayat-ayat Allah yang diciptakan-Nya berupa alam semesta ini (ayat kauniah), maupun ayat-ayat Allah yang difirmankan-Nya berupa kitab-kitab suci yang memuat firman-Nya (ayat qauliah).

Al-Gazali menerangkan, fungsi akal kepada dua hal yaitu: (1) mengetahui hakikat segala sesuatu. Dalam hal ini akal mengibaratkan sifat ilmu yang terletak di hati, (2) yang menangkap dan mendapat segala ilmu. Kekuatan akal yang dimiliki oleh manusia inilah yang bisa membuat manusia mampu menmgatasi masalah atau mengelola dirinya dan alam sebagai lingkungannya, sebagaimana dikemukakan oleh Syihab, bahwa daya akal memungkinkan manusia memiliki kemampuan mengembangkan ilmu dan teknologi, serta memahami dan memanfaatkan sunnatullah. Karena memiliki akal inilah manusia merupakan makhluk yang berkembang dan berbudaya.


Aktivitas akal dalam proses berpikir rasional dalam Al Qur’an juga disebut dengan beberapa istilah, yaitu: nazhara, tadabbur, tafakkur, tafaqquh,dan tadzakkur.

Nazhara, secara bahasa berarti melihat, memandang, merenungkan, memikirkan dan mempertimbangkan, yang dimaksud adalah melihat sambil memikirkan berbagai obyek ciptaan Allah yang nampak terlihat, seperti manusia sendiri, binatang, tumbuh-tumbuhan, gunung, bumi dan langit dan sebagainya. Firman Allah Swt.

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan (Q.S. At-Thariq:5).

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ , وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ, وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ, وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan?, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?, dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. Al-Ghasyiah:17-20).

Tadabbur, menurut bahasa berarti memikirkan, mempertimbangkan, maksudnya adalah memikirkan tentang ayat-ayat Allah yang difirmankannya yaitu isi kandungan Al Qur’an. Firman Allah Swt.

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran (Q.S.Shaad:29).

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Q.S. Muhammad:24).

Tafakkur, menurut bahasa artinya memikirkan, maksudnya adalah memikirkan berbagai peristiwa dan berbagai keunikan ciptaan Allah, sehingga timbul kesadaran akan kebesaran dan keagungan Allah Swt. Firman Allah Swt.

وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ. ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl:68-69).

Tafaqquh, artinya mengerti, memahami17, maksudnya memahami perintah dan larangan Allah (Agama) untuk diamalkan dalam kehidupan. Firman Allah Swt.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan juang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (Q.S. At-Taubah: 122).

Tadzakkur, artinya mengingat18, maksudnya mengingat kebesaran Allah dalam kaitan dengan berbagai kesempurnaan ciptaan-Nya sambil memikirkan dan mengambil pelajaran. Firman Allah Swt.

أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak menciptakan (apa-apa)?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S. An-Nahl:17).

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah (Q.S. Adz-Dzariyat:49).

Di samping manusia memiliki akal dan mampu berpikir rasional, tetapi ada juga manusia yang tidak mau menggunakan akalnya secara maksimal, mereka cenderung berpikir tidak rasional, sehingga Allah mengumpamakan orang yang tidak memfungsikan akalnya dengan benar sebagai binatang yang sangat buruk. Firman Allah Swt.

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُون
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun (Q.S. Al-Anfaal: 22).

Pada sisi yang lain ada pula manusia dengan akal dan kepandaian yang dimiliki sehingga merasa besar diri terlalu mengagungkan akal dan kemampuannya menjadikannya sesat dan tidak mau menerima kebenaran dari Allah atau menyimpang dari fitrahnya. Firman Allah.

أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (Q.S. Al-Baqarah: 75).

Jadi pribadi yang sehat itu adalah pribadi yang mau menggunakan akal untuk berpikir rasional secara maksimal dalam menghadapi masalah yang terjadi. Al Qur’an juga melarang menuruti ide-ide yang tidak rasional seperti kata pasti, tahayul, dan keyakinan yang bersifat muthlak,
Beberapa petunjuk Al Qur’an yang cukup rasional dalam mendekati permasalahan, antara lain sebagai berikut.

1. Menyadari bahwa tidak semua usaha dan ikhtiyar kita selalu sukses dan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan, sebab manusia banyak memiliki keterbatasan, sehingga sebaiknya kita gunakan prinsif Insya’ Allah (jika Allah berkenan) dalam setiap usaha dan tindakan,
Firman Allah Swt.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا, إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
Janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi. Kecuali (dengan menyebut): “Insya-Allah” Ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kepada kebenarannya ini (Q.S. Al Kahfi: 23-24).

2. Meyakini bahwa disamping kesusahan pasti ada kemudahan. Firman Allah Swt.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan ) yang lain (Q.S. Al-Insyirah: 5-8).

3. Disamping kegagalan pasti akan ada keberuntungan, asal berusaha dengan sungguh sungguh. Firman Allah.

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Hari-hari (keberhasilan dan kegagalan) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) (Q.S. Ali-Imran: 140).

4. Meyakini bahwa apapun yang menimpa pada diri atau yang terjadi di alam ini dibalik semuanya ada hikmahnya. Firman Allah Swt.

ربَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S. Ali-Imran: 191).

5. Bersikap sabar dalam menghadapi masalah. Firman Allah.

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Q.S.Al-Baqarah;155).

6. Mengembalikan segala sesuatu kepada kekuasaan Allah dengan selalu tawakkal kepada Allah dalam setiap melakukan usaha dan tindakan. Firman Allah.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِين
Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertawakal kepada-Nya (Q.S. Ali-Imran: 159).

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Barangsiapa bertawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al-Anfal: 49).
َ
Sikap tawakal bukanlah sikap pasrah, menyerah, dan hanya menunggu kemurahan Allah, tetapi yang dimaksud adalah setelah melalui usaha manusia yang sungguh-sungguh, berencana dan memiliki perhitungan yang mantap, setelah itu baru menyerahkan urusannya kepada yang Maha Menentukan yaitu Allah Swt. Imam A-Razi dalam Al Maraghi juz 4, menerangkan bahwa pengertian tawakkal bukan berarti manusia melupakan andil dirinya, tetapi hendaklah seseorang dalam berusaha selalu memperhatikan sebab-sebab lahiriyah yang bisa mengantarkannya ke arah keberhasilan. Hanya saja janganlah percaya penuh terhadap sebab-sebab lahiriyah tersebut, bahkan ia harus berkeyakinan bahwa yang dilakukannya hanyalah untuk memelihara hikmah Ilahi semata.

Orang yang tawakal dalam hidupnya apabila ternyata kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan akan bisa tabah dan sabar menerimanya, sebaliknya apabila tercapai kesuksesan atau sesuai harapan dan kenyataan maka ia tidak mabuk dalam kegembiraan, sebab mereka yakin bahwa semua yang dilakukan itu tidak terlepas dari sunanatullah yang berlaku.

0 komentar:

Tentang Aku

Foto saya
Seorang pemuda gemar menulis, membaca, dan diksusi berbagai tema: Psikologi, Konseling, Islam, Tauhid, Kajian Tokoh, Ghazwul Fikri, Filsafat, Heurmenetika, Feminisme, dan Sastra. Kadang-kadang suka juga menonton, travel, dan have fun

Arsip Tulisan

Menu Tulisan

Komentar Singkat

Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all