20100112

FAKTOR UTAMA BUNUH DIRI DALAM ISLAM





Oleh: Pizaro, Konselor Muslim


NAUDZUBILLAH Min Dzalik, itulah kata yang keluar dari mulut kita kala menyakiskan kembali atraksi tiga saudara kita yang kembali meregang nyawa dengan jalan bunuh diri pasca tulisan yang lalu telah penulis bahas. Bahkan kita patut menahan nafas melihat Yani Setiani (12 tahun) yang masih bocah namun sudah begitu fasih menjelesakan cinta dalam sudut irasionalitas. Hal itu dipicu lantaran Yani Setiani mengetahui kekasihnya telah memiliki anak dan istri. Terlebih hubungan mereka sudah terlalu jauh. "Padahal dia (pacarnya) itu cinta pertamannya," tuturnya. Naudzubillah Min dzalik.

Belum usai kita menahan pilu, kembali kita disuguhkan di media TV upaya bunuh diri yang klop dipentaskan oleh sepasang kekasih Lolo Sinaga (21) dan Nurimesra Hutabarat (23) di Jalan Utama Ujung, Bukitraya. Dari kabar beredar, Polisi sudah berhasil mendapatkan keterangan dari pihak keluarga Lolo bahwa awal mulanya dipicu hanya karena perselisihan. Pada saat malam kejadian, mereka sempat bertemu dan bertengkar. Pertengkaran tersebut berujung tindakan menghabisi diri sendiri dengan cara bunuh diri. Namun, hanya Lolo yang berhasil, sedangkan Nuri ditemukan warga sebelum nyawanya terenggut.

Kabar yang beredar bahwa pasangan ini tidak direstui, dibantah ibunda Lolo, Nurhayati. Nurhayati tidak pernah menghalangi anaknya untuk berhubungan dengan Nuri. Hal itu dibuktikan dengan tidak dihalanginya mereka bertemu pada malam minggu tersebut.

Apakah cukup? Ternyata belum. Kini giliran wanita bernama Lindasari lompat dari Apartemen Istana Harmoni, Jakarta hanya (diduga) dipicu lantaran pelangannya banyak menuggak cicilan keredit berupa alat-alat elektronik yang diinisiasinya. Rupa-rupanya Linda menjadi Frustasi kala melihat hal ini tak berkesudahan, dan nyawanya lah yang akhirnya berubah menjadi berkesudahan.

Karena, fenomena bunuh diri yang semakin massif tiap harinya, rupanya ini memacu penulis sebagai muslim untuk memberi jalan sebagai ikhtiar amar ma’ruf nahi munkar menjawab hal ini.


KISAH KEKUATAN IMAN DARI SAHABAT: BANTAHAN THESA PSIKOLOG


Saudaraku, mirisnya, stasiun-stasiun TV kembali mengundang psikolog-psikolog itu, yang pada identitasnya mereka adalah seorang muslim, namun pada hakikatnya menjadi orang yang peragu terhadap agamanya sendiri. Apa pasal, ini tak lain karena mereka dengan begitu fasih menjelaskan ilmu keduniaan mereka untuk menjawab perkara-perkara keimanan. Namun mereka seperti gagap seketika untuk diminta berbicara mengenai krisis tawakal manusia kepada Allahu Ta’ala sebagai “sutradara” dari matinya jiwa-jiwa kosong itu.

Penulis agaknya merasa prihatin kala melihat bagaimana hegemoni keduniaan yang sebenarnya menipu itu justru lebih mereka banggakan, ketimbang hegemoni iman. Mereka tampak fasih untuk menyelami marifatul psikonalisis, marifatul Maslow, marifatul humanis, marifatul anastasi, serta marifatul-marifatul keduniaan lainnya dalam menerjemahkan psikologi manusia, ketimbang berada pada barisan terdepan untuk berbicara tentang marifatul Islam, marifatul haqq, dan marifatut tauhid. Padahal ilmu-ilmu yang mereka pelajari justru semakin memperburuk kondisi kehidupan di negeri asalnya sana, sudah banyak psikolog yang lahir dari rahim profesi, namun semakin banyak pula kasus-kasus klinis yang bermunculan.

Padahal ini sudah diwanti-wanti oleh Profesor Malik Badri yang Lebih dari setengah abad menggeluti psikologi modern, pakar bernama lengkap Malik Babikir Badri ini dikenal luas lewat bukunya The Dilemma of Muslim Psychologists. Ketidakselektifan psikolog muslim, menurutnya, telah menyebabkan mereka mengikuti pola pikir dan pendekatan kaum Yahudi dan Kristen, meskipun cara itu berkualitas rendah dan tidak islami. Persis seperti dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadis; bahkan jika mereka masuk kedalam lubang biawak pun, orang Islam tanpa pikir panjang akan mengikutinya; Yakni mengambil bulat-bulat psikologi Barat modern dan menerapkannya di dunia Islam.

Selanjutnya ada juga JB Watson Ada juga Watson, yang menganggap manusia tak lebih dari hewan yang perilakunya ditentukan sepenuhnya oleh lingkungan. Malik Badri dengan jelas berkata “ Mereka ini tidak percaya akan wujudnya jiwa. Maka fokusnya hanya lingkungan. Bagaimana mengubah perilaku manusia dengan mengubah lingkungannya. Apakah Anda kira konsep mereka tentang manusia itu diperoleh dari penelitian di laboratorium? Tidak. Semua itu sebenarnya hasil reka-reka semata.”

Ucapan Watson itu mirip dijelaskan dan diimitasi mentah-mentah oleh Psikolog, psikiater, konselor, dari sekelas sarjana sampai profesor melihat kasus bunuh diri, yang menyalahkan factor tunggal lingkungan berupa keluarga, pacar, masyarakat sebagai pencipta tindakan bunuh diri.

Selanjutnya penulis melihat menjadi Ironis kala di waktu yang sama mereka menghabiskan uang yang banyak untuk sekolah, namun apa yang di dapat justru jauh dari kenyataan, itu sebenarnya psikolog, psikiater, konselor terjebak menyandarkan tauhid kehidupan mereka ila Freud, tauhid ila psikotest, tauhid ila dunya, tauhid ila matrealisme tinimbang memekikkan Tauhid Ilallah sebagai satu-satunya tauhid dalam keilmuan mereka.

Mereka kemudian dengan beraninya mengeleminir perkara psikologis dan bunuh diri sebagai perkara-perkara keduniaan belaka. Lantas untuk terkesan ilmiah, mereka merancang tes psikologis untuk menerjemahkaannya dan meyakinkan kita, seakan mereka sudah yakin betul, tanpa al Qur’an dan Hadis, jalan mereka sudah jalan terbaik. Padahal di depan mereka ada Nabi Muahmmad sebagai satu-satunya psikolog tersukses yang berhasil meletakkan dasar-dasar psikologi untuk memberantas penyakit masyarakat dengan menghubungkan setiap penyakit dihubungan dengan tauhidi. Bagaimana Malikat Jibril juga pernah mendelegasikan tiga kekuatan perilaku manusia kepada Nabi Adam, yakni akal, akhlak dan agama. Dan itu tidak terfikir oleh psikologi saat ini.

Karena itu Allah menyinggung psikolog-psikolog seperti itu dengan sebuah ayat:

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka. (An Najm 23)

Bayangkan saja, jika anda wanita berjilbab mengikuti psikotes gambar, dan anda menggambar diri anda dengan memakai busana jilbab, psikotes itu akan mengatakan kepada anda, bahwa anda egois, tak mau mendnegar, tak mau tahu perasaan orang lain. kenapa? karena anda tidak bisa menggambar telinga? Dan gambar telinga dalam psikotest thaghut itu melambangkan sifat selalu mendengar orang lain.

Karenanya, penulis sebagai konselor muslim dan bagian dari ikhtiar membangun peradaban, merasa wajib sekaligus tertantang untuk membuktikan bahwa duga-dugaan mereka keliru, karena Islam sebagai ad-dien yang diturunkan untuk menjawab problem manusia, sudah menggariskan bahwa area yang merujuk kepada kriris penghambaan diri kepada Allah, tumpulnya pengharapan hanya bergantung kepadaNya, begitu juga dengan kualitas ibadah kita, serta semakin rancunya prioritas utama hidup kita menjadi titik sentral untuk menentukan apakah nyawa kita mesti dhabisi atau tidak, apapun problemnya.

Iman bukanlah kata klise seperti yang dituduhkan oleh pecinta dunia itu, Iman juga bukan sekedar susunan huruf tanpa makna, seperti yang dilontarkan kaum kuffar, yang sering kita ucapkan namun nihil kita jalankan, yang sering kita identitaskan, namun minim fikroh dalam cara pandang kita. Sederet kisah dari Sabiqun awallun (generasi yang pertama menerima Islam) telah menjadi saksi atas identitas imani yang mampu menaklukan ketakutan, kecemasan, bahkan kehinaan.

Karena pada kenyatannya, kita tidak bisa melupakan bahwa ada nama Abu Dzar al Ghifari yang memperkuart thesa itu. Kita sebagai muslim, patut membayangkan bagaiman tubuh Abu Dzar al Ghifari siap dipukuli oleh segerombolan Quraisy Mekkah hanya karena perkara Iman.

Di depan Mekkah, tepatnya di depan jejeran para pencinta dunia dan penyanjung berhala, sang Pangeran dari Ghifari itu meletupkan bom pengakuan bahwa ada Penguasa Tunggal di bumi ini yang mesti kita sembah. Ia menggelorakan pekik Izzatullah. Lantas tak lama mukanya dihantam, tubuhnya dilumat, Abu Dzar dikeroyok dengan pukulan dan tendangan oleh mereka-mereka yang mengaku beriman namun pada dasarnya mereka hanya beriman kepada berhala dan tandingan-tandisngan selain Allahu ta’ala. Namun bensin sejati itu tidak padam, ya bensin sejati berupa manifesto iman. Karena Keesokannya, laki-laki berani itu kembali ke Mekkah dengan taring Islam yang menyala-nyala, lagi-lagi mendetumkan auman Kalimatutauhid. Ia memang tatut untuk bunuh diri, tapi ia tidak takut dibunuh, oleh seluruh Quraisy Mekkah sekalipun.

Lain lagi, dengan Iman Si Tampan dan Si Kaya beridentitas Mushab bin Umair, sebelum mengenal Islam, bertitel pujaan para wanita seantero Mekkah dengan khas parlentenya, dengan tumpukan harta yang melebar kemana-mana. The power of Iman bukan sembarang kata, ketika sekejap saja beliau berikrar meninggalkan dunia fana setelah meminang Islam, mengeyahkan segala atribut yang menipu itu untuk ditukar dengan mas kawin beruba pengakuan bahwa Tiada tempat berharap selain Allahu Ta’ala. Ingat the Power of Iman itu bukan sekedar ucapan seperti yang kita maknai selama ini, namun sebuah pandangan hidup yang terinternalisasi berupa keteladanan dan perjuangan.

Apa yang didapat setelah itu, tidak ada lagi wanita cantik yang mengelilinginya, tidak ada lagi pakaian-pakaian mahal yang menyelimuti tubuhnya, ini bukan berarti Mushab ingin meninggalkan dunia, karena pada hakikatnya Mushab bin Umair meninggalkan logika-logika dunia untuk menerjemahkan jalan hidupnya. Ia tidak mau disetir oleh fatamorgana dunia, yang tampaknya menyala-nyala namun pada dasarnya fana. Lantas, marilah kita fikirkan, kenapa Msuhab bin Umair tidak mengikuti kata-kata dunianya saja untuk bunuh diri, karena segala kemewahannya sudah hilang, karena wanita-wanita canitknya sudah tiada. Itu tak lain, karena Mushab hanya mau disetir oleh Allah dan menjauhi hawa nafsu semunya,serta Mushab bin Umair sudah paham beginilah ujian keimanan bagi dirinya, yang pada intinya karena ujian itu berupa kecantikan dunia, jadilah ujian itu juga tipuan, dan Mushab tanpa harus kuliah Psikologi, sudah cerdas menangkap hal itu.


Sampai kita jatuh kepada contoh paripurna. Bagaimana Nabi Muhammad rela nyawanya dihabiskan, bukan oleh dirinya, tapi demi tegaknya supremasi kebergantungan hidup kepada Allah. Prinsip bahwa tiada Ilah yang patut mengerti kebutuhan manusia, selain Allahu ta’ala. Prinsip bahwa Allah yang bisa merobohkan segala ketakutan-ketakutan kita. Nabi Muhammad menjelma menjadi psikologi kehidupan berjalan, yang mengajarkan manusia bagaimana mengenyahkan kecemasan, meruntuhkan takut kepada dunia menjadi takut kepada Allah, dari yang mendewakan dunia beserta isinya berubah menjadi menjadikan dunia ini remeh temeh karena hanya sebatas debu, yang menuntun kita untuk mengikuti arus kebenaran hakiki, daripada mengikuti tipuan-tipuan dunia bernama jahilisme, semuanya itu hanya berawal dari kalimat tunggal, Al Islam!


Ketiga contoh di atas hanyalah representasi contoh saja dari jutaan kasus keteladanan dan keberhasilan menaklukan dunia di bawah bendera Al Islam, dari jaman klasik hingga saat ini.

Pertanyaannya, kenapa mereka begitu niat dan berani menggadaikan hidupnya, menjual kemehawan jasmaninya, menyingkarklan debu-debu kesenangan yang pada substansinya menipu itu, tak lain tak bukan karena mereka sudah kadung menganggap dunia ini sangat kecil di mata Allahu Ta’ala dan pada dasarnya dunia ini bukan saja remeh, tapi menipu. Kita juga perlu ketahui mereka-merekalah yang sejak hari pertama dilahirkan sebagai seorang muslim dan berhasil mengintenalisasi diri bahwa tidak ada kenikmatan yang sejati, ketimbang nikmat taat hanya kepada Allahu ta’ala.

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) Din secara hanif (lurus), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah Din yang lurus." (Qs.al Bayyinah : 5).

Apakah sampai saat ini kita masih mau menganggap Iman, tauhid, agama itu klise? Sebaliknya mari kita tanyakan, apakah psikologi-psikologi dan motvasi-motivasi modern itu mampu menembus dinding tebal tauhidi dan menciptakan generasi-generasi tahan banting untuk menjawab dan melahirkan sifat berjuang dan berani yang dilakukan Abu Dzar, Mushab bin Umair dan Baginda Rasulullah.
”Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS ArRuum ayat 7)

JAWABAN ITU ADALAH TAUHID

Alhasil jika sekarang kita dihadapkan pada pilihan ganda untuk menjawab penyebab problem-problem vital seperti bunuh diri, hara-kiri, suicide, sudah selayaknya kita melingkari kalimat bergesernya sesembahan manusia saat ini yang seharusnya penghambaan itu hanya tertuju kepada Allahu Ta’ala berubah menjadikan dunia beserta segala isinya menjadi tuhan-tuhan baru. Inilah pangkal dari muara kenapa terjadinya pembunuhan diri, sungguh siksa Allah begitu pedih, bagi kita yang menjauh dariNya


“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al-An’am (6): 125).

Lantas Allah juga menceritakan ketika hancurnya kebesaran kesombongan Fir’aun, justru saat ia menandingi keesaan Tauhid Allah, mengingakri bahwa Allah yang Maha Mengatur sesuatu. Pelajaran itu masih kita ingat sampai sekarang, sampai-sampai Allah mengawetkan mayatnya di Mesir sebagai media tadabbur bagi manusia yang tidak hanya menjadikan diri sendiri sebagai sentra kekuatan dibumi, namun juga pelajaran bagi kita bahawa manusia tidak ada apa-apanya, apalagi ilmu manusia yang jauh dari koridor Islamic Worldview

Firman Allah:

“Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak mempercayai kamu berdua.”(QS.Yunus:92)

Marilah kita bebondong-bondong untuk mengevaluasi tauhid kita, untuk mengkoreksi keimanan kita, jangan sampai kita menjadi penerus-penerus jahiliyah yang masih malu-malu untuk mengakui ada cahaya Islam telah datang, dan jangan sampai kita juga lebih memilih Ilmu-ilmu keduniaan kita sebagai sesembahan baru. Sungguh nikmat iman lebih manis ketimbang nikmat apapun, sungguh siksa Allah juga lebih pedih, ketimbang siksa apapun di dunia ini.

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. Yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (Shaf ayat 10 dan11)

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 24)

Wallahua’lam bishshawab.






0 komentar:

Tentang Aku

Foto saya
Seorang pemuda gemar menulis, membaca, dan diksusi berbagai tema: Psikologi, Konseling, Islam, Tauhid, Kajian Tokoh, Ghazwul Fikri, Filsafat, Heurmenetika, Feminisme, dan Sastra. Kadang-kadang suka juga menonton, travel, dan have fun

Arsip Tulisan

Menu Tulisan

Komentar Singkat

Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all