20080111

EVERYTHING ABOUT LOVE

Pizaro

Mahasiswa BPI UIN Jakarta dan Peminat Kajian Psikologi

Apa itu Cinta?

Dalam psikologi kita mengenal beberapa elemen psikis seperi konasi (kemauan), kognisi (pikiran), psikomotorik (fisik), dan emosi (perasaan). Dalam perkembangannya emosi dinyatakan salahsatunya dalam bentuk cinta Ashley Montagu memandang cinta sebagai sebuah perasaan memperhatikan, menyayangi, dan menyukai secara mendalam yang biasanya disertai demean rasa rindu dan hasrat terhadap objek.

Sedangkan Abraham Maslow melihat cinta sebagai proses aktualisasi diri yang bsia membuat orang melahirkan tindakan--tindakan poroduktif dan kreatif. DeNGan cinta seseorang menyadari bahwa dirinya akan mendapatkan kebahagiaan bila mampu membahagiakan orang yang dicintainya.

Psikologi Cinta

Cinta ekstrim yang dilakukan kedua anak sebenarnya dalam kamus Freud bisa “menyimpang” dengan bentuk yang rasional. Setidaknya Erich Fromm, [psikolog dari Jerman (1900-1980), pernah mengajukan pemikirannya tentang hal ini. Seperti dikutip Eko Harianto, Fromm menelisik konsep cinta yang sejati menjadi 4 unsur:

1. Care. Diperlukan agar dapat memahami kehidupan, perkembangan yang maju atau mundur, baik atau buruk, dan bagaimana kesejahteraan orang yang mencintainya.

2. Responsibility. Tanggung jawab diperlukan atas kemajuan, keberkembangan dan kebahagiaan, dan kesejahteraan orang yang dicintai. Maksudnya bagaimana kesiapan diri untuk menanggapi kebutuhan yang diperlukan dan juga bagaimana kesiapan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang muncul.

3. Respect. Hal ini menekankan pada bagaimana menghargai dan menerima objek yang dicintai apa adanya dan tidak bersikap sekehendak hati.

4. Knowledge. Pengetahuan diperlukan guna mengetahui seluk beluk objek yang dicintai. Bila objek yang dicintai manusia, maka harus dapat memahami kepribadiannya, latar belakang yang membentuknya, dan kecendrungan dirinya. Dan yang perlu dipahami lagi bahwa kepribadian seseorang itu terus berkembang.[1]

Bagi Fromm, setiap manusia memang didorong untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologi dasar akan kelaparan, kehausan, dan seks. Namun orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang sehat secara kreatif dan produktif.[2]

Persepsi cinta juga ditawarkan J. Sternberg lewat triangular of love. Menurutnya cinta adalah sebuah kisah yang ditulis setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat, dan perasaaan seseorang terhadap suatu hubungan.

Konsep cinta menurut Sternberg memiliki tiga unsur:

1. Yakni gairah, elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.

2. Kedua, keintiman, yang merupakan elemen motivasi, dan di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan untuk membina hubungan.

3. Ketiga, komitmen, yang merupakan elemen kognitif berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan sesuatu kehidupan bersama.

Sternberg menyimpulakn bawha kadar cinta dalam setiap individu sangat berberda. Ada yang hanya kuat di gairah, tapi sungkan dalam berkomitmen. Atau ketika keintiman meninggi, namun tidak mempunyai lemen kegairahan, just as friend. Karenanya Strenberg mengurai komponen-konponen itu agar kita dapat melihat seperti apa karakter percintaan umat manusia

Tipe

Komponen yang hadir

Deskripsi

Non Love

Ketiga Komponen tidak ada

Terjadi pada hubungan antar pribadi yang semata-mata hanyalah pertemanan biasa

Liking

Hanya Keintiman

Ada rasa kedekatan, saling Pengertian, dukungan emosional. Ini terjadi pada hubungan persahabatan.

Infatuation

Hanya Gairah

Layknya cinta pd pandangan pertama. Hanya tertarik pd fisik semata. Biasanya mudah hilang.

Empty Love

Hanya Komitmen

Terjadi pd pasangan yg telah menikah dalam waktu panjang. Mereka sudah kehilangan gairah fisik dan emosional

Romantic Love

Keintiman dan gairah

Relasi yg melibatkan gairah fifik maupun emosi yg kuat, tnpa ada komitmen. Contohnya pacaran atau HTS

Companionate Love

Keintiman dan Komitmen

Hubungan jangka panjang yg tidak melibatkan unsure seksual, termasuk persahabatan. Contohnya perkumpulan orang-orang tua

Fatous Love

Gairah dan Komitmen

Hubungan denagn perjanjian tertentu atas dasar gairah saja. Seperti kawin kontrak.

Consummate Love

Semua Komponen

Cinta yg sempurna dan ideal.

Candu akan Cinta: What’s wrong about Love?

Dalam sudut psikologis adalah wajar berabagi manusia mengembangkan rasa cintanya. Namun yang menjdi menarik ialah bagaimana setiap individu mengalami gejolak rasa cemas, gelisah, khawatir hny krn Cinta. Dan bahkan selalu menyisihkan waktunya everything about love. Tanda-tandanya mungkin sebagai berikut.

· Adanya pikiran obesesif misalkan terus menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus menerus takut ditinggalkan, sehingga kemanapun selalu mengikuti.

· Selalu meminta diperhatikan dalam setiap waktu

· Manipulatif. Berbuat berbagai hal dilakukan agar pasangan mengikuti kehendaknya.

· Selalu bergantung pd pasangan dlm segala hal, seperti pendapat, mngmbil keputusan dan lainnya.

· Menuntut waktu, perhatian, dan pengabdian yang total dari pasangan /kekasih. Menjadi semakin egosentris.

· Menggunakan sex sbg alat mengendalikan psangan

· Menganggap sex adl bagian dari cinta dan sarana utk mengekspresikan cinta.

· Tidak bisa memeutuskan hubungan walaupun sangat tersiksa, karena selalu diiming-imingi janji surga pasangan

· Khilangan hal terpenting dlm hidup, seperti mengekspresikan jatidiri sendiri, tersendat dlm pendidikan, diskusi jd sulit, pekerjaan terbengkalai. Etc

Refleksi Cinta

Seseorang yg menjadi candu akan cinta, memperlihatkan ketidakmatangan secara psikologis. Secara spesifik ini terlihat belum mampunya individu menyelesaikan konflik internal dalam diri yang seharusnya dapat diselesaikan bila ingin meraih kesempurnaan cinta ala Sternberg. Karena itu penting yang disebut sense of our identity, di mana semaksimal mungkin kita tahu pertanyaan-pertanyaan dari:

Siapakah aku?

Punya apakah aku?

Dan Apa yang aku bisa?[3]

Setelah itu kita dapat, adlh keharusan untuk mengembangkan self of our awareness (Rasa Kesadaran) dengn berprinsip mandiri dahulu untuk menghadapi masalah.

Bgaimana pada dsrnya hub cinta yg telah dilaksanakan mempunyai kewajiban untuk dpt memajukan kualitas masing-masing dlm berbagai segi positif. Kita tentu akan heran ketika gya cinta yg selalu menekankan pd faedah gairah selalu dinomorsatukan. Adalh baik jika hubungan pasangan berlalu dengan senantiasa membantu agar si objek cinta mengerti akan arti kehidupan yang lebih agung lagi. Karenanya, kita juga akan “aneh” bukan? Bila ada pasangan berbarengan duduk manis dalam seminar, yang satu jadi moderator dan yang pasangannya sibuk memfoto, bersama-sama menangani proyek sosial, saling bertukar karya-karya sastra, “debat” tak kunjung usai tentang keilmuan masing-masing.

Selain itu kita semestinya berhati besar untuk menafsirkan cinta dalam sudut pandang yang luas. Alfred Adler mengatakan bahwa dalam setiap individu mempunyai diri keratif, yang cenderung hanya ada pada orang tersebut. Seorang aktivis mungkin menafsirkan cintanya kepd berbagai hal untuk mengembangkan organisasinya. Seorang Frankl menafsirkan Cinta lewat 10 perintah Tuhan. Seorang bookworms menganggap buku adalh pacar sejatinya. Sedangkan, musisi lebih suka melampiaskan “keintimannya” pada sebuah gitar. Apakah juga kita harus menafsirkan cinta layaknya Fromm? yang menganggap Cinta adalh produktif yang akan melahirkan keratifitas. Hanya diri kreatif kita yang bisa menjawab.



[1] Eko Harianto, Psikologi Cinta Sejati, (Yogyakarta: Prisma Sophie, 2004), h. 35-36.

[2] Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan, cet. 14 (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 66. Cinta di sini juga bisa disebut cinta produktif. Baginya cinta produktif bisa menjawab gejolak masyarakat modern, salah satu kareteristiknya adalah kreatifitas, khususnya aritistik. Hal ini juga menjadi pemandangan serupa dari konsep sublimasi Freud. Konsep ini setidaknya telah berekspansi ke ranah yang lebih sosiologis, walau Fromm pada mulanya bersifat psikologis dan filosofis.

Pikiran-pikiran Fromm tentang masyarakat modern sedikit banyak diulas oleh Khoirul Rosyidi. Lebih jelas lihat Khoirul Rosyadi, Cinta dan Keterasingan., (Yogyakarta: LKiS, 2000). Selain Freud dan Fromm gagasan sosial dari kerangka psikologis, terangkum juga oleh Adler dengan skema hasrat sosialnya. Di mana manusia tergerak oleh dimensi sosial di mana ia hidup. Menariknya mereka semua bagian dari mazhab psikodinamika. Dengan ini kita dapat melihat gambaran pribadi seimbang dalam konteks psikodinamika. Ulasan dimensi sosial Adler dalam Pizaro, “Dinamika Jiwa-jiwa Revolusioner,” artikel diakses pada tanggal 3 Desember 2007 dari http//:www.bpi-forum.blogspot.com/2007/12/dinamika-jiwa-jiwa-revolusioner.html

[3] Lihat pembahasan Resiliensi pada Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda Karya, 2005), h. 227-232.

0 komentar:

Tentang Aku

Foto saya
Seorang pemuda gemar menulis, membaca, dan diksusi berbagai tema: Psikologi, Konseling, Islam, Tauhid, Kajian Tokoh, Ghazwul Fikri, Filsafat, Heurmenetika, Feminisme, dan Sastra. Kadang-kadang suka juga menonton, travel, dan have fun

Arsip Tulisan

Menu Tulisan

Komentar Singkat

Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all