20080804

PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL

Oleh: Pizaro

Psikoseksual meliputi berbagai fase yang dialami individu dari kecil hingga dewasa. Tahapan ini mempunyai zona kenikmatan masing-masing yang menjadi pusat erotisme pada tubuh dan kesemua itu berbeda dari satu tahap ke tahap lainnya. Secara singkat tahapan perkembangan psikoseksual meliputi tahap oral, anal, phalik, laten, dan genital.


Tahap Psikoseksual

Daerah libido

Hasil Perkembangan Utama

Objek Libido

1. Oral (dari lahir sampai 1 tahun)

Pusatnya di mulut, kulit, dan jari.

Memasukkan secara pasif segala benda melalui mulut; sensualitas erotik

Susu ibu dan tubuh sendiri

2. Anal (2-3 tahun)

Pusatnya di Anus, seperti buang air besar.

Mencari sensasi yang menurunkan tegangan libido, menguasai diri sendiri, tunduk secara pasif

Tubuh sendiri

3. Phalik (3-5 tahun)

Alat kelamin, kulit

Konflik Oedipus (anak laki) konflik Electra (anak perempuan), mengidentifikasi kepribadian kepada orangtua sejenis. Selain itu superego lahir.

Ibu untuk anak laki, ayah untuk anak perempuan

4. Laten

(6-12 tahun)

Tidak ada

Proses belajar; Mempelajari rasa malu dan jijik yang tepat menurut kebudayaan. Dan mempelajari objek cinta yang tepat sesuai norma atau kebudayaan

Libido ditekan. Beralih kepada pengembangan minat dan keterampilan

5. Tahap genital (masa remaja dan seterusnya)

Menyangkut organ2 reproduksi, dan perasaan2 yg muncul dr organ tersebut

Reproduksi dan keintiman seksual

Lawan jenis/

heteroseksual

Tahap oral

Tahap oral berlangsung pada bayi dari umur sekitar 0 sampai 1 tahun. Sumber kenikmatan pada fase ini terletak di mulut, salah satu aktivitasnya adalah makan.[1] Lalu setelah gigi tumbuh digunakan untuk mengunyah dan menggigit.

Obyek yang menyapa bayi dan menjalin relasi dengannya adalah ibu. Peristiwa disusui ibu adalah relasi pertama bayi dengan realitas eksternal. Sekarang kita bisa sedikit mengerti, kenapa zona kenikmatan yang pertama kali adalah mulut. Karena dari mulutlah individu menjalin relasi dengan dunia luar.

Tahap anal

Setelah itu ada fase anal, berlangsung sekitar umur 1 sampai 3 tahun. Zona kenikmatan beralih dari mulut ke dubur. Aktivitasnya berupa pengeluaran feses untuk menghilangkan sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega. Freud seperti dikutip Kenedy mengatakan bahwa:

“anak-anak yang menggunakan kerentanan terhadap stimulasi erotegenik dari zona anal, menunjukkan diri dengan tetap duduk di bangku mereka sampai akumulasi pada zona tersebut menghasilkan kontraksi otot yang keras. Dan saat melewati anus, menghasilkan stimulasi yang kuat dari selaput lendir. Dalam melakukan hal itu, tidak diragukan lagi yang diperoleh bukan hanya rasa sakit, namun juga sensasi yang menyenangkan.”[2]

Dalam perkembangannya, karena pengeluaran feses dianggap penting oleh orang tua, maka muncullah aktivitas toilet traning.[3] Anak harus mengikuti sebuah aturan akan instingnya oleh pihak orang tua. Jika ibu mempunyai karakter positif dalam menghadapi fase anal seperti sifat sabar dan kerap memuji perbuatan si anak, eksesnya tertuju pada pemahaman anak tentang konsep pembuangan kotoran yang baik dan bertanggung jawab. Sebaliknya jika sang anak mendapat perlakuan kasar, ini akan mengakibatkan anak memiliki sifat kikir dan tidak terkendali, inilah benih neurosis impulsif pada suatu saat. Selain itu akibat tekanan orang tua, juga dapat membentuk anak menjadi orang yang sangat teratur dalam memandang dunia, namun hatinya tidak nyaman dalam melakukan unsur positif ini. Maka itulah yang disebut neurosis kompulsif.

Tahap phalik

Sehabis itu, akan hadir fase phalik dimana zona kenikmatan beralih ke alat kelamin. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak membuka jalan bagi terciptanya kompleks Oedipus berupa perasaan cinta anak terhadap orangtua lain jenis dan keinginan menyingkirkan orang tua sesama jenis. Kenikmatan erotis juga menimbulkan iri penis pada anak perempuan, yang melihat anak kelaminnya tidak seperti laki-laki, sehingga terjadilah keinginan cinta sedarah terhadap ayah. Karena ayah dianggap memiliki alat kelamin yang didambanya.

Pada anak laki-laki terjadi ketakutan berupa pemotongan penis oleh ayah, hal ini diistilahkan kompleks kastrasi. Anak menjadi tunduk, karena ia tidak mungkin melawan orang tua yang lebih kuat secara fisik. Karenanya nilai-nilai normatif dari ayah atau ibu membuat anak mengembangkan superegonya. Akhirnya sang anak mulai mengidentifikasikan kepribadian kepada orang tua.

Setelah kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi dilalui, anak belum usai dari jeratan cinta ekstrim. Realisasi cinta yang terhambat, akan mengambil “korban” dari saudara kandung. Anak-anak akhirnya terjerat pada kondisi pendugaan buruk pada ayahanda dan bunda, yang akhirnya melampisakan erotisisme alat kelamin kepada adik atau kakaknya, ini dinamakan Family complex. Seperti diuraikan Freud.

“Seorang anak laki-laki mungkin akan menjadikan adik perempuannya sebagai objek cinta menggantikan ibunya yang tidak dapat dipercaya, ketika beberapa anak laki-laki berusaha merebut hati adik perempuannya, menunjukkan persaingan yang tidak sehat muncul dalam masa pengasuhan ini. Seorang anak perempuan menjadikan kakak laki-lakinya sebagai pengganti ayahnya yang tidak lagi memperlakukannya dengan kelembutan seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau menjadikan anak perempuan sebagai ganti adik yang sangat dia harapkan dari sang ayah.”[4]

Tahap laten

Pada umur 6 sampai 12 tahun dorongan libidinal tidaklah agresif. Anak menekan semua minat terhadap seks. Anak lebih tertarik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan intelektualnya. Tentu kegiatan ini menyalurkan banyak energi anak ke berbagai bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik fase phalik.[5] Selain itu anak mulai mempelajari sisi normatif yang ada di masyarakat atau kebudayaan sekitarnya.

Tahap genital

Paling akhir adalah fase genital, dimulai pada pubertas. Pubertas mengisyaratkan kembali terbangunnya tujuan seksual. Pada pubertas kehidupan seksual anak memasuki tahap kedua yang berbeda dari tahap oral, anal, dan phalik.

Pertama, anak remaja menghentikan autoerotisisme dan mengarahkan energi seksualnya kepada orang lain bukan diri sendiri.

Kedua, reproduksi sekarang menjadi sesuatu kemungkinan.

Ketiga, meskipun iri penis tetap ada, namun alat kelamin anak perempuan akhirnya memperoleh status sama dengan organ yang dimiliki anak laki-laki pada masa bayi sehingga anak laki-laki melihat organ perempuan sebagai objek yang dicari, bukan sebagai ancaman traumatik.[6]

Anak perempuan tidak akan lagi trauma kepada alat kelaminnya. Karena jika ia melahirkan anak laki-laki, itu sebagai petanda ia akan memiliki alat kelamin yang didambanya.



[1] Kalau kita perhatikan konsep oral Freud selaras dengan konsep kognitif Jean Piaget, early refleks, yang terjadi dalam masa sensoris-motorik dimana proses asimilasi dan akomodasi mengikut sertakan aktivitas mulut seperti menelan dan menyusu. Lihat Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 104-105.

[2] Roger Kennedy, Libido. Penerjemah Basuki Heri Winarno (Yogyakarta: Pohon Sukma, 2003), h. 44.

[3] Toilet training adalah pembiasaan diri orangtua kepada anaknya untuk menjaga kebersihan diri, yang dimaksudkan agar anak mempunyai kendali diri dalam membuang kotoran.

[4] Sigmund Freud, Pengantar Umum Psikoanalisis. Penerjemah Haris Setiowati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 376-378.

[5] Entah Freud memperkuat asumsinya dari realitas eksternal di mana usia sekolah dasar terjadi pada umur 6 sampai 12 tahun ataukah hasil psikoterapinya pada orang dewasa, jelas mesti dibuktikan kembali. Namun jika memakai analisa psikososial Erik Eriksson adalah benar bahwa anak larut dalam ketekunan dalam kegiatan pendidikan formal untuk kompetensi teknis. Karena metode penelitian yang Eriksson pakai adalah bagian dari observasinya. Bedanya Freud mengambil data dari psikoterapi pasiennya ketika dewasa, sedangkan Erikkson murni melihat pada anak-anak dan remaja formal. Lihat Patricia H. Miller, Theories of Devepelomental Psychology, (New York: WH Freeman, 1993), h. 126.

[6] Semiun, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 112

1 komentar:

Egar_surya mengatakan...

Assalamualaikum...ya akhiy..lama tak bersua alhamdulillah insya Allah kontak lanjut lg,kaifa haluk ?

Tentang Aku

Foto saya
Seorang pemuda gemar menulis, membaca, dan diksusi berbagai tema: Psikologi, Konseling, Islam, Tauhid, Kajian Tokoh, Ghazwul Fikri, Filsafat, Heurmenetika, Feminisme, dan Sastra. Kadang-kadang suka juga menonton, travel, dan have fun

Arsip Tulisan

Menu Tulisan

Komentar Singkat

Template by Abdul Munir | Blog - Layout4all